Sabtu, 22 Oktober 2011

Laki-laki tua berpeluang menghasilkan anak cacat..... Benarkah???


              Pada umumnya, ibu sering menjadi tertuduh pada saat ia melahirkan bayi penyandang cacat atau pengidap penyakit keturunan. Sebaliknya, si bapak praktis terhindar dari gu jingan dan selalu dianggap subur yang mampu menjadi bapak dari anak anak sehat, bahkan sampai usia senja. Akhir akhir ini banyak bukti yang menunjukkan bahwa laki laki merupakan sumber dari sebagian besar mutasi genetika baru, bukan perempuan. Oleh karena itu, muncul hipotesis bahwa laki laki bertanggung jawab atas mayoritas penyakit bawaan yang secara sepintas tidak jelas asal usulnya. Hal tersebut terjadi karena semakin tua usia laki laki, maka semakin tinggi peluang mutasi genetic spermanya.
                Kekeliruan bawaan sel sperma belum banyak mendapat perhatian dari para ahli. “ini merupakan subjek yang selama ini tidak begitu mendapat perhatian,”kata Dr. James Crow, ahli genetika Universitas Wisconsin, Madison, Amerika Serikat.
Sekitar setengah abad silam, (1950-an), J.B.S. Haldane (ahli genetika asal Skotlandia) menduga bahwa kasus hemophilia yang baru muncul di tengah keluarga yang sebelumnya tidak mencatat sejarah penyakit demikian, agaknya merupakan hasil penyimpangan genetika yang bersumber dari sel sperma, bukan sel telur. Dasar pemikirannya adalah sel telur telah terbentuk penuh selama pengembangan janin dan tidak lagi mengalami pembagian sel lanjut setelah lahir, sedangkan sel kelamin moyang akan mencikal bakali sperma laki laki akan terus berbagi sepanjang hidup seseorang. Semakin banyak pembagian sel tersebut, semakin besar peluang muutasi titik bisa terjadi saat kromosom berduplikasi.
Baru-baru ini, para ilmuwan berhasil memperihatkan bahwa gen-gen pada kromosom Y yang hanya dimonopoli laki-laki ternyata memiliki laju lebih cepat dibandingkan gen-gen pada kromoson X. para ilmuwan menaksir bahwa laju mutasi genetika dalam sel-sel sperma enam kali lebih tinggi dibandingkan dalam sel telur. Kesenjangan laju mutasi makin melebar seiring dengan pertambahan usia. Makin uzur laki-laki, makin sering sel-sel moyang sperma mengalami pembelahan dan makin tinggi kemungkinan mutasi titik yang kemungkinan tertumpuk dalam kromosom. Misalnya, pada usia 13 tahun saat bocah laki-laki biasanya mulai memproduksi sperma, sel-sel kelaminnya telah berbagi sekitar 36 kali dan 23 kali setahun sesudahnya. Pada usia 20 tahun, sel sperma mengalami replikasi 200 kali, usia 30 tahun lebih kurang 430 kali, dan usia 45 tahun kira-kira 770 kali.
Bukti statistic menunjukkan bahwa laki-laki yang menjadi bapak pada usia lebih tua makin berpeluang menghasilkan anak penyandang cacat lahir, dibandingkan laki-laki lebih belia. Misalnya, bapak lebih tua menghadapi peningkatan resiko memiliki anak penyandang dwarfisme endroplastik, sindrom marsfan, atau miositis osifikan.
Bagaimana dengan kaum ibu? Menjadi ibu pada usia lebih tua masih berisiko melahirkan bayi cacat lahir. Bedanya, bukan dikaitkan dengan mutasi titik, tetapi kesalahan replikasi seluruh kroosom contohnya, sindrom down. Crow menambahkan, cacat kromosomal skala besar mudah dideteksi dalam tes perkelahiran sehingga masih mungkin untuk diantisipasi. Sebaliknya, sebagian besar mutasi titik sampai sekarang sulit didiagnosis secara dini sehingga baru diketahui saat bayi dilahiran. “saya kira kita dapat mengeliminasi mutasi pada manusia jika kaum laki-laki bereproduksi pada usia muda atau ingin memiliki anak belakangan, simpan saja spermanya yang massih muda dalam nitrogen,” sarannya.

Sumber: www.kompas.com dengan sedikit perubahan.
                Buku BIOLOGi 3 SMA/MA kelas 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar